Para pembaca yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang pengaruh ilmu kalam dalam ushul fiqih. selamat membaca. Pertanyaan بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ Semoga Ustadz dan keluarga selalu dalam kebaikan dan lindungan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. ustadz. Afwan ana ingin bertanya. Mengapa ilmu filsafat disebut sebagai ilmu kalam ustadz? dan apakah boleh dipelajari, dan apakah ilmu kalam ini banyak masuk ke dalam ilmu ushul fiqih? Mohon pencerahannya ustadz Disampaikan oleh Fulan, penanya dari media sosial bimbingan islam Jawaban وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ بِسْـمِ اللّهِ Alhamdulillāh Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu alaa rasulillaah, Amma ba’du. Selamat datang di Media Sosial Bimbingan Islam kepada aditya***, semoga Allah selalu membimbing kita di dalam jalan keridhoan-Nya. Untuk menjawab pertanyaan saudara, maka perlu diketahui tentang istilah-istilah di atas sehingga kita bisa memahaminya dengan baik. MAKNA FILSAFAT Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia, kata majemuk dari philos yang berarti suka atau cinta, dan sophia yang berarti kebijaksaan. Sehingga secara bahasa berarti mencintai kebijaksanaan. Adapun secara istilah banyak definisi yang dikemukakan oleh orang-orang yang menggelutinya. Yang ringkasnya adalah Ilmu yang menyelidiki hakekat ketuhanan, alam semesta dan manusia, berdasarkan akal semata-mata, dan bagaimana sikap manusia setelah mencapai pengetahuan itu”. Lihat Sistimatik Filsafat, hal 11, Drs. Hasbullah Bakri Intinya, bahwa filsafat adalah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui hakekat segala perkara berdasarkan pemikiran akal semata. MAKNA ILMU KALAM Ilmu kalam secara bahasa dari ilmu dan kalam. Ilmu artinya pengetahuan, sedangkan kalam artinya perkataan atau pembicaraan. Adapun ta’rif ilmu kalam adalah sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Khaldun rohimahulloh wafat th. 1406 M “Ilmu yang memuat argumen-argumen aqidah keyakinan-keyakinan keimanan berdasarkan dalil-dalil akal, dan bantahan terhadap para ahli bid’ah yang menyimpang di dalam aqidah dari pendapat Salaf dan Ahli Sunnah”. Muqoddimah Ibni Kholdun, 1/580 Adapun sebab penamaan ilmu kalam dengan ilmu kalam ada beberapa sebab, antara lain A Bahwa dengan ilmu ini, seseorang mampu “kalam” berbicara dalam masalah keyakinan keimanan. B Bahwa masalah keyakinan keimanan adalah masalah yang banyak “kalam” pembicaraan dan perdebatan dengan orang-orang yang menyelisihinya. C Bahwa Ahli Kalam banyak “kalam” berbicara dalam masalah keyakinan keimanan, yang seharusnya diam dan tidak membicarakannya. D Bahwa masalah “Al-Qur’an adalah kalam perkataan Allah” adalah masalah yang banyak dibicarakan di dalamnya. Wallohu a’lam. PERBEDAAN FILSAFAT DENGAN ILMU KALAM Filsafat dan Ilmu Kalam memiliki persamaan di dalam menggunakan muqaddimah-muqaddimah pengantar-pengantar; premis-premis berdasarkan akal untuk menegakkan penjelasan. Namun terdapat perbedaan-perbedaan antara keduanya, sebagai berikut 1-Tema Pembahasan Tema Pembahasan filsafat lebih luas daripada ilmu kalam. Filsafat membahas masalah Ketuhanan Teologi, Alam Fisika, Matematika, dan Pembahasan Mantiq Logika. Sedangkan ilmu kalam hanya membahas tentang aqidah keyakinan-keyakinan keimanan. 2-Metodologi Pembahasan Ahli kalam membela aqidah keyakinan-keyakinan keimanan, seperti keberadaan Allah, keesaan Allah, kenabian, dan lainnya, berpegang dengan dalil-dalil akal. Sedangkan Ahli Filsafat juga berpegang dengan dalil-dalil akal, namun memiliki keyakinan yang kontra dengan Ahli Kalam. 3-Sisi Kemunculan dan Perkembangan Kemunculan filsafat lebih dahulu dari ilmu kalam. Filsafat muncul bukan dari satu bangsa tertentu, namun dibangun oleh berbagai bangsa. Sehingga di dapatkan filsafat India Kuno, filsafat Cina, filsafat Yunani, filsafat Barat Modern, dan filsafat Arab. Sedangkan ilmu kalam hanya muncul di kalangan kamu muslimin, karena tujuan kemunculannya adalah untuk membantah orang-orang ateis atau ahli bid’ah yang menyimpang, menurut anggapannya. PERCAMPURAN ILMU KALAM DENGAN FILSAFAT Pada asalnya ada beberapa perbedaan antara filsafat dengan ilmu kalam sebagaimana di atas, namun di dalam prakteknya keduanya bercampur menjadi satu. Ibnu Khaldun wafat th. 1406 H “Dua metode itu filsafat dan Ilmu kalam telah bercampur di kalangan Muta-akhirin. Masalah-masalah kalam telah bercampur dengan masalah-masalah filsafat, yang mana kedua cabang ilmu itu tidak terpisahkan dari yang lain”. Muqoddimah Ibni Kholdun, 1/591 Adapun penyebabnya adalah karena Abu Hamid Al-Ghazali memasukkan ilmu mantiq logika ke dalam ilmu-ilmu kaum muslimin, kemudian diikuti oleh banyak orang lainnya. Lihat Muqoddimah Ibni Kholdun, 1/590 BOLEHKAH MEMPELAJARI ILMU FILSAFAT? Sebagaimana penjelasan di atas, bahwa ilmu filsafat memiliki cabang-cabang filsafat yang sesuai dengan bidang-bidang yang dikajinya. Abu Hamid Al-Ghazali wafat th. 505 Hmenyebutkan bahwa filsafat mencakup 4 pembahasan Ketuhanan Teologi, Alam Fisika, Matematika, dan Pembahasan Mantiq Logika. Ihya’ Ulumuddin, 1/22 Kemudian bolehkah kaum muslimin mempelajari filsafat? Sebelum menjawab pertanyaan ini, perlu kami sampaikan bahwa penggunaan dalil-dalil akal tidaklah mutlak dilarang oleh Ulama. Karena di dalam Al-Qur’an banyak menggunakan dalil-dalil akal untuk mengajak manusia beriman dan untuk membantah kemusyrikan dan kekafiran. Para Fuqoha Ahli hukum Islam menggunakan qiyas fiqih, dan ini termasuk penggunaan dalil-dalil akal. Demikian juga imam-imam Salaf menggunakan dalil-dalil akal di dalam bantahan mereka kepada para Ahli Bid’ah, seperti Jahmiyah, Mu’tazilah, dan lainnya. Tetapi Ulama melarang menggunakan akal bukan pada tempatnya. Penggunaan akal di dalam pembahasan Alam Fisika, Matematika, dan Pembahasan Mantiq Logika, secara umum tidak disalahkan. Sebab pembahasan itu ada di dalam jangkauan akal. Namun penggunaan akal di dalam pembahasan Ketuhanan Teologi atau kepercayaan, inilah yang dilarang oleh ulama. Sebab ini adalah pembahasan dalam perkara ghaib. Ini adalah bidang wahyu. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahulloh wafat th 728 H berkata والخطأ فيما تقوله المتفلسفة في الإلهيات والنبوات والمعاد والشرائع أعظم من خطأ المتكلمين وأما فيما يقولونه في العلوم الطبيعية والرياضية فقد يكون صواب المتفلسفة أكثر من صواب من رد عليهم من أهل الكلام فإن أكثر كلام أهل الكلام في هذه الأمور بلا علم ولا عقل ولا شرع ونحن لم نقدح فيما علم من الأمور الطبيعية والرياضية “Kesalahan yang diucapkan oleh Ahli Filsafat tentang ketuhanan teologi, kenabian, akhirat, dan syari’at-syari’at, lebih besar dari kesalahan Ahli Kalam. Namun apa yang diucapkan oleh Ahli Filsafat tentang ilmu-ilmu alam dan matematika, terkadang kebenaran Ahli Filsafat lebih banyak daripada Ahli Kalam yang membantah mereka. Karena kebanyakan perkataan Ahli Kalam di dalam perkara-perkara ini tanpa ilmu, tanpa akal, dan tanpa syari’at. Dan kami tidak menyalahkan perkara-perkara ilmu alam dan matematika yang telah diketahui kebenarannya”. Ar-Rodd alal Mantiqiyyin, hlm. 311 BOLEHKAH MEMPELAJARI ILMU KALAM? Perlu diketahui bahwa semenjak awal masuknya ilmu filsafat ke dalam ilmu-ilmu kaum muslimin, sudah terjadi perselisihan. Sebagian orang menganggapnya sebagai kebaikan, sebagian yang yang lain menganggapnya sebagai bid’ah dan keburukan. Dan itu terus berlanjut sampai sekarang. Bahkan terjadi kesalahan banyak orang sekarang, yaitu menyamakan ilmu kalam dengan ilmu tauhid, ilmu aqidah, ilmu fiqih akbar. Maka untuk mengetahui kebenaran dari hal-hal yang diperselisihkan kaum muslimin, harus dikembalikan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Alloh Ta’ala berfirman يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِى اْلأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً “Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Alloh dan ta’atilah Rosul Nya, dan ulil amri ulama dan umaro’ di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah Al-Quran dan Rasul Sunnahnya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.” QS. An-Nisa’/4 59 Dan kita harus meyakini bahwa agama Islam sudah sempurna, Al-Qur’an dan As-Sunnah sudah mencukupi kaum muslimin di dalam meniti jalan kebenaran. Tanpa ilmu filsafat dan ilmu kalam, agama Islam sudah cukup dan sempurna. Alloh Ta’ala berfirman الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِينًا “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agamamu.” QS. Al-Maidah/5 3 Kita juga wajib menjadikan generasi awal umat ini sebagai teladan di dalam beragama, sebab mereka adalah sebaik-baik manusia. Dan mereka tidak mengenal ilmu filsafat dan ilmu kalam. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ “Sebaik-baik manusia adalah generasiku yaitu generasi sahabat, kemudian orang-orang yang mengiringinya yaitu generasi tabi’in, kemudian orang-orang yang mengiringinya yaitu generasi tabi’ut tabi’in.” Hadits Mutawatir, riwayat Bukhari, dan lainnya Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh wafat th. 751 H berkata “Nabi shallallahu alaihi wasallam memberitakan bahwa sebaik-baik generasi adalah generasi beliau secara mutlak. Itu mengharuskan mendahulukan mereka di dalam seluruh masalah dari masalah-masalah kebaikan”. I’lamul Muwaqqi’in 2/398, penerbit Darul Hadits, Kairo, th 1422 H / 2002 H Dan ketika terjadi perselisihan umat Islam, Nabi shallallahu alaihi wasallam sudah memberikan wasiatnya أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ “Aku wasiatkan kepada kamu untuk bertaqwa kepada Allah; mendengar dan taat kepada penguasa kaum muslimin, walaupun seorang budak Habsyi. Karena sesungguhnya barangsiapa hidup setelahku, dia akan melihat perselishan yang banyak. Maka wajib kamu berpegang kepada Sunnahku dan Sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk dan lurus. Peganglah dan giggitlah dengan gigi geraham. Jauhilah semua perkara baru dalam agama, karena semua perkara baru dalam agama adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat.” HR. Abu Dawud no 4607; Tirmidzi 2676; Ad-Darimi; Ahmad; dan lainnya dari Al-Irbadh bin Sariyah Dan kenyataan, bahwa ilmu filsafat dan ilmu kalam tidak ada di dalam sunah Nabi dan sunah Khulafaur Rosyidin. BACA JUGA Bagaimanakah Kedudukan Aqidah Dalam Islam? Ahlussunnah selalu memprioriaskan tauhid dalam berdakwah Nasehat Bagi Mahasiswa Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam SIKAP IMAM EMPAT Salafus Sholih dari kalangan sahabat dan tabi’in tidak mengenal ilmu filsafat dan ilmu kalam. Dan ketika ilmu filsafat merasuki sebagian kaum muslimin, para ulama menentangnya. Kami bawakan perkataan imam empat, imam-imam yang diakui di seluruh dunia kaum muslimin. Imam Abu Hanifah rohimahulloh wafat th 150 H عَنْ نُوحٍ الْجَامِعِ قَالَ قُلْتُ لِأَبِي حَنِيفَةَ مَا تَقُولُ فِيمَا أَحْدَثَ النَّاسُ مِنَ الْكَلَامِ فِي الْأَعْرَاضِ وَالْأَجْسَامِ؟ فَقَالَ مَقَالَاتُ الْفَلَاسِفَةِ، عَلَيْكَ بِالْأَثَرِ وَطَرِيقَةِ السَّلَفِ، وَإِيَّاكَ وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ، فَإِنَّهَا بِدْعَةٌ Dari Nuh Al-Jami’, dia berkata Aku bertanya kepada Abu Hanifah, “Bagaimana pendapatmu mengenai perkara yang diada-adakan oleh orang-orang, yaitu kalam pembicaraan tentang sifat dan jisim?”. Maka beliau menjawab “Itu adalah perkataan-perkataan Ahli Filsafat! Hendaklah engkau mengikuti riwayat dan jalan Salaf! Jauhilah semua perkara baru dalam agama, sesungguhnya itu adalah bid’ah!” Ahadits fii Dzammil Kalam wa Ahlihi, hlm. 86 Imam Malik rohimahulloh wafat th 179 H عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مَهْدِيٍّ يَقُولُ دَخَلْتُ عَلَى مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ وَعِنْدَهُ رَجُلٌ يَسْأَلُهُ عَنِ الْقُرْآنِ، فَقَالَ لَعَلَّكَ مِنْ أَصْحَابِ عَمْرِو بْنِ عُبَيْدٍ، لَعَنَ اللَّهُ عَمْرًا، فَإِنَّهُ ابْتَدَعَ هَذِهِ الْبِدَعَ مِنَ الْكَلَامِ، وَلَوْ كَانَ الْكَلَامُ عِلْمًا لَتَكَلَّمَ فِيهِ الصَّحَابَةُ وَالتَّابِعُونَ كَمَا تَكَلَّمُوا فِي الْأَحْكَامِ وَالشَّرَائِعِ، وَلَكِنَّهُ بَاطِلٌ، يَدُلُّ عَلَى بَاطِلٍ Dari Abdurrahman bin Mahdiy, dia berkata “Aku masuk menemui imam Malik bin Anas, dan di dekatnya ada seorang laki-laki yang bertanya tentang Al-Qur’an, maka beliau berkata, “Mungkin engkau termasuk murid-murid Amr bin Ubaid. Semoga Allah melaknat Amr bin Ubaid, dia telah membuat bid’ah ilmu kalam, jika kalam merupakan ilmu, niscaya para sahabat dan para tabi’in telah berbicara dengan ilmu kalam tentang hokum-hukum dan syari’at-syai’at. Tetapi itu ilmu kalam adalah kebatilan dan menunjukkan kepada kebatilan”. Ahadits fii Dzammil Kalam wa Ahlihi, hlm. 96-97 Imam Syafi’iy rohimahulloh wafat th 204 H لَوْ أَنَّ رَجُلًا أوصى بكتبه من الْعِلْمِ لِأَحَدٍ، وَكَانَ فِيهَا كُتُبُ الْكَلَامِ لَمْ يَدْخُلْ فِي الْوَصِيَّةِ، لَأَنَّهُ لَيْسَ مِنَ الْعِلْمِ “Jika seseorang mewasiatkan kitab-kitab ilmunya untuk orang lain, dan di dalam kitab-kitabnya itu ada kitab-kitab ilmu kalam, maka kitab-kitab ilmu kalam itu tidak masuk di dalam wasiat, sebab ilmu kalam itu bukan ilmu!” Ahadits fii Dzammil Kalam wa Ahlihi, hlm. 90 Imam Ahmad bin Hanbal rohimahulloh wafat th 241 H Imam Ahmad menyatakan di dalam suratnya yang beliau tulis kepada Kholifah Al-Mutawakkil dalam masalah Al-Qur’an ولست بصاحب كلام ولا أرى الكلام في شيء من هذا، إلا ما كان في كتاب الله – عز وجل – أو في حديث عن النبي صلى الله عليه وسلم أو عن أصحابه أو عن التابعين فأما غير ذلك فإن الكلام فيه غير محمود “Aku bukan ahli kalam, dan aku tidak berpandangan untuk kalam’ berbicara di dalam sesuatupun tentang ini, kecuali apa yang ada di dalam Kitab Alloh Azza wa Jalla, atau yang ada di dalam hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam , atau dari sahabat-sahabatnya, atau dari tabi’in. Adapun selain itu, maka kalam’ pembicaraan tentang agama tidak terpuji”. Al-Masail war Rosail, 2/398, dinukil dari Mausu’atul Firoq al-Muntasibah lil Islam, hlm. 208 Ini adalah sebagian kecil perkataan Imam Empat tentang ilmu kalam. Masih banyak sekali perkataan mereka dan para ulama lainnya tentang keburukan ilmu kalam. Yang aneh adalah para ulama ilmu kalam yang menjadi pengikut Madzhab Empat. Mereka meninggalkan perkataan imam-imam mereka yang mengharamkan dan mencela ilmu kalam, yang ini adalah masalah ushuluddin. Namun mereka mengajak untuk bertaqlid kepada imam-imam mereka itu di dalam masalah furu’ hukum-hukum fiqih. KEBENARAN NASEHAT SALAF Para ulama Salaf, termasuk Imam Empat, telah memberikan nasehat yang benar, ketika mereka melarang kaum muslimin dari mempelajari ilmu kalam. Karena ternyata ilmu kalam tidak membawa kepada keyakinan beragama, bahkan mengakibatkan kebingungan dan keraguan. Padahal niat para Ahli Kalam sebenarnya untuk meraih keyakinan di dalam beragama. Banyak tokoh-tokoh ilmu kalam berakhir dengan penyesalan setelah menggeluti ilmu kalam, kemudian mereka kembali kepada aqidah Salaf, berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Di antara mereka adalah Al-Fakhrur Razi rohimahulloh wafat th. 606 H Beliau adalah Abu Abdullah Muhammad bin Umar Fakhrud din Ar-Razi, penyusun kitab tafsir Mafatihul Ghaib. Beliau berkata نِهَايَةُ إِقْدَامِ الْعُقُوْلِ عِقَالُ وَغَايَةُ سَعْيِ الْعَالَمِيْنَ ضَلاَلُ وَأَرْوَاحُنَا فِي وَحْشَةٍ مِنْ جُسُوْمِنَا وَحَاصِلُ دُنْيَانَا أَذَي وَوَبَالُ وَلَمْ نَسْتَفِدْ مِنْ بَحْثِنَا طُوْلَ عُمْرِنَا سِوَي أَنْ جَمَعْنَا فِيْهِ قِيْلَ وَ قَالُوْا لَقَدْ تَأَمَّلْتُ الطُّرُقَ الْكَلاَمِيَّةَ وَ الْمَنَاهِجَ الْفَلْسَفِيَّةَ, فَمَا رَأَيْتُهَا تَشْفِي عَلِيْلاً, وَلاَ تُرْوِي غَلِيْلاً, وَ رَأَيْتُ أَقْرَبَ الطُّرُقِ طَرِيْقَةَ الْقُرْآنِ, أَقْرَأُ فِيْ الْإِثْبَاتِ الرَّحْمَنُ عَلَى اْلعَرْشِ اسْتَوَى إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ وَأَقْرَأُ فِيْ النَّفْيِ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىْءٌ وَلاَ يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا وَمَنْ جَرَّبَ مِثْلَ تَجْرِبَتِي عَرَفَ مِثْلَ مَعْرِفَتِي Akhir mendahulukan akal adalah keruwetan Kebanyakan usaha manusia adalah kesesatan Ruh-ruh kami di dalam kedukaan terhadap jasad kami Akibat dunia kami adalah penderitaan dan kebinasaan Kami tidak mendapatkan faedah dari pembahasan kami sepanjang umur kami Kecuali apa yang telah kami kumpulkan berupa “katanya” dan “mereka telah berkata” Sesungguhnya aku telah memikirkan metode-metode ilmu kalam mantik, logika, dan kaedah-kaedah filsafat, maka aku tidaklah melihatnya akan menyembuhkan orang yang sakit dan tidak melegakan orang yang dahaga. Dan aku telah melihat metode yang paling praktis adalah metode Al-Qur’an. Aku membaca di dalam penetapan sifat Allah الرَّحْمَنُ عَلَى اْلعَرْشِ اسْتَوَى Yaitu Yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas Arsy. QS. Thoha/20 5 إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. QS. Fathir/35 10 Dan aku membaca di dalam peniadaan sifat Allah لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىْءٌ Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia. QS. Asy-Syura/42 11 وَلاَ يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا Sedangkan ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya. QS. Thoha/20 110 Barangsiapa telah memiliki pengalaman sebagaimana pengalamanku, niscaya dia mengetahui seperti pengetahuanku”. Ighotsatul Lahfan, 1/72, karya Ibnul Qoyyim, penerbit Dar Alam Fawaid, cet 1, th 1432 APAKAH ILMU KALAM MASUK KE DALAM USHUL FIQIH Penulisan ilmu Ushul fiqih di kalangan kaum muslimin dipelopori oleh imam Asy-Syafi’i rohimahulloh wafat th. 204 H dengan kitab beliau Ar-Risalah. Kemudian dilanjutkan oleh imam Ibnu Abdil Barr rohimahulloh wafat th. 463 H dengan kitab beliau Jami’ fi Bayanil ilmi wa Fadhlihi. Kemudian di dalam perkembangan ilmu ushul fiqih, ada sebagian ulama berusaha memasukkan ilmu mantiq logika dari cabang ilmu filsafat ke dalam ilmu ushul fiqih. Seperti yang dilakukan oleh Ibnu Hazm Al-Andalusi rohimahulloh wafat th. 456 H di dalam kitab Ihkamul Ahkam dan Abu Hamid Al-Ghazali rohimahulloh wafat th. 505 H di dalam Al-Mus-tashfa. Namun para ulama berusaha membersihkan penyimpangan-penyimpangan tersebut. Seperti yang dilakukan oleh imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rohimahulloh wafat th. 620 H dengan kitab beliau Roudhotun Nazhir. Ringkasnya, kalau ingin mempelajari ilmu ushul fiqih, maka hendaklah menggunakan kitab ushul fiqih yang disusun oleh para ulama Ahlus Sunnah yang sudah dikenal ilmu dan amanahnya, sehingga selamat dari berbagai penyimpangan yang ada. Di antara kitab tersebut ada yang ringkas, seperti kitab Al-ushul min ilmil Ushul, karya Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rohimahulloh wafat th 1421 H. Ada juga kitab yang agak tebal, seperti kitab Ma’alim Ushul Fiqih inda Ahlis Sunnah, karya Syaikh DR. Muhammad bin Husain bin Hasan Al-Jizani hafizhohulloh. Demikian sedikit jawaban dari pertanyan saudara, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam. Disusun oleh Ustadz Muslim Al-Atsari حفظه الله Selasa, 12 Shafar 1442 H/ 29 September 2020 M Ustadz Muslim Al-Atsari حفظه الله Beliau adalah Pengajar di Pondok Pesantren Ibnu Abbas As Salafi, Sragen Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Muslim Al-Atsari حفظه الله klik disini
LimaPertanyaan dan Jawaban Tentang Ilmu Kalam 1.Apakah nama lain dari ilmu kalam ? 2.Apa deinisi ilmu kalam ? 3.Sasaran pembahasan ilmu kalam apa saja ? 4.Buah atau hasil dari mempelajari ilmu kalam itu apa ? 5.Darimana sumber pengambilan ilmu kalam ? Jawaban 1.Yaitu : ilmu tauhid/teologi, ilmu hakikat, ilmu 'aqoid, ilmu ushuluddin, ilmu Rangkuman sejarah munculnya ilmu kalam dan firqoh aliran ilmu kalam. Melanjutkan artikel kami yang membahas ilmu kalam, yaitu pengertian ilmu kalam secara etimologi dan terminologi, pada kesempatan kali ini kami akan membagikan sejarah munculnya ilmu kalam. Akan tetapi, selain sejarah ilmu kalam kami juga akan membagikan materi tentang 4 aliran firqah ilmu kalam. Buka juga Pengertian Ilmu Kalam Secara Etimologi dan Terminologi 1. Sejarah Munculnya Ilmu Kalam Yang pertama akan kita bahas yaitu sejarah ilmu kalam. Sejarah ilmu kalam jika dijabarkan akan menjadi sejarah yang cukup panjang, mengingat sejarah ilmu kalam akan dimulai sejak zaman khulafaur rasyidin, zaman bani umayyah, dan zaman bani abbasiyah. Karena sejaraah ilmu kalam cukup panjang, oleh karena itu, berikut ini akan kami sampaikan rangkuman sejarah munculnya ilmu kalam. Rasulullah Saw, selama di Mekah mempunyai fungsi sebagai kepala agama. Setelah hijrah ke Madinah fungsinya bertambah juga menjadi kepala pemerintah. Beliaulah yang mendirikan politik yang dipatuhi oleh kota ini, sebelum itu di Madinah tidak ada kekuasaan politik. Setelah wafat, Rasulullah digantikan dengan Abu Bakar, lalu Umar bin Khattab selanjutnya digantikan Utsman bin Affan ra lalu Ali bin Abi Thalib ra. Utsman bin Affan ra merupakan khalifah berlatar belakang pedagang kaya. Tetapi, ahli sejarah mengatakan bahwa Utsman termasuk khalifah yang lemah, karena tidak dapat menentang keluarganya yang berpengaruh berkuasa di pemerintahan. Sehingga mereka menjadi gubernur-gubernur di daerah kekuasaan Islam dengan mengganti gubernur-gubernur yang dulu diangkat oleh Umar bin Khattab ra, yang dilkenal kuat dan tak memikirkan keluarga. Tindakan politik Utsman bin Affan ra, memecat gubernur-gubernur angkatan Umar bin Khattab ra, memancing reaksi yang tidak menguntungkan baginya. 500 orang memberontak di Mesir sebagai reaksi atas diberhentikannya gubernur Umar bin 'Ash yang diangkat Umar dan digantikan Abdullah bin Sa'ad bin Abi Sar dari keluarga Utsman bin Affan ra yang berujung terbunuhnya Utsman bin Affan ra Setelah Utsman bin Affan ra wafat, kekhalifahan diganti Ali bin Abi Thalib ra. Tetapi segera dia mendapat tantangan dari Thalhah dan Zubair dari Mekah yang mendapat dukungan dari Aisyah ra. Gerakan ini dapat dipatahkan oleh Ali dalam pertempuran di Irak tahun 656 M. Thalhah dan Zubair mati terbunuh dan Aisyah ra masih hidup lalu dikirim kembali ke Mekah. Tak cuma di sini, tantangan berikutnyà muncul dari Mu'awiyah, gubernur Damaskus dan keluarga dekat Utsman bin Affan ra. Sebagaimana Thalhah Zubair, dia tidak mengakui Ali bin Abi Thalib ra sebagai khalifah. la menuntut kepada Ali bin Abi Thalib ra supaya menghukum para pembunuh Utsman bin Affan ra, bahkan ia menuduh Ali turut campur dalam soal pembunuhan Ustman. Salah seorang pemberontak Mesir yang datang ke Madinah dan kemudian membunuh Utsman bin Affan ra adalah Muhammad Ibnu Abi Bakar yang tidak lain adalah anak angkat dari Ali bin Abi Thalib ra. Ali bin Abi Thalib ra dalam kenyataannya tidak mengambil tindakan keras terhadap pemberontak-pemberontak itu, bahkan Ali bin Abi Thalib ra mengangkat Mu- hammad Ibnu Abi Bakar menjadi gubernur Mesir. Terjadi pertempuran antara pasukan Ali bin Abi Thalib ra dan Mu'awiyah bin Abu Sofyan di Shiffin, Mu'awiyah terdesak, Amr bin 'Ash tangan kanan Mu'awiyah mengangkat Al-Qur'an ke atas sebagai tanda ajakan damai. Para Qurro dari kalangan Ali bin Abi Thalib ra menganjurkan untuk menerima, sebagian pasukan Ali bin Abi Thalib ra menganjurkan menolaknya. Tetapi Ali bin Abi Thalib ra memilih menerima. Dengan demikan, dicarilah perdamaian dengan mengadakan arbitrase. Sebagai mediator diangkat dua Amr bin 'Ash dari Mu'awiyah dan Abu Musa Al-Asy'ari dari pihak Ali bin Abi Thalib ra. Sebagai yang lebih tua Abu Musa maju terlebih dahulu dan mengumumkan kepada orang ramai, putusan menjatuhkan kedua pemuka tersebut. Berlainan dengan Amr bin Ash mengumumkan hanya menyetujui penjatuhan Ali bin Abi Thalib ra, tetapi tidak penjatuhan mu'awiyah. Bagaimanapun peristiwa ini merugikan Ali bin Abi Thalib ra dan menguntungkan Mu'awiyah sebagai khalifah yang ilegal. Terhadap sikap Ali bin Abi Thalib ra yang mau mengadakan arbitrase menyebabkan pengikut Ali bin Abi Thalib ra terbelah menjadi dua yakni golongan yang menerima abitrase dan golongan yang sejak semula menolak arbitrase. Mereka yang menolak berpendapat bahwa hal itu tidak dapat diputuskan lewat arbitrase manusia. Putusan hanya datang dari Allah dengan kembali kepada hukum-hukum Allah dalam Al-Qur'an, la hukma illa lillah tidak ada hukum selain hukum dari Allah la hakama illa Allah tidak ada perantara selain Allah. Mereka menyalahkan Ali dan karenanya keluar serta memisahkan dari barisan Ali bin Abi Thalib ra disebut kaum Khawarij. Kaum khawarij memandang para pihak yang menerima arbitrase yaitu Ali bin Abi Thalib ra, Mu'wiyah, Amr bin 'Ash dan Abu Musa Al-Asy'ari sebagai kafir dan murtad karena tidak berhukum kepada hukum Allah berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Maidah 44, karenanya halal dibunuh. Hal ini tidak hanya mempunyai implikasi politik yang tajam, tetapi juga meningkat kepada persoalan-persoalan teologi, yang melahirkan beberapa aliran teologi firqah 2. Aliran IImu Kalam Firqah/ Golongan Ilmu Kalam Berakhirnya zaman khulafaur rasyidin bebarengan dengan munculnya aliran ilmu kalam. Jadi, lahirnya aliran ilmu kalam ini merupakan bagian dari sejarah lahirnya ilmu kalam. Aliran ilmu kalam dikenal juga dengan sebutan golongan ilmu kalam atau firqah ilmu kalam. Nah, apa saja aliran ilmu kalam? Setidaknya ada 4 aliran firqah ilmu kalam, antara lain aliran khawarij, aliran murji’ah, aliran jabariyah, dan aliran Qadariyah. Berikut ini penjelasan satu persatu tentang aliran ilmu kalam. 1. Aliran/ Firqah Khawarij Merupakan golongan yang keluar dari golongan Ali, menentang golongan Ali dan Muawiyyah. Ajaran mereka adalah mereka yang melakukan dosa baik besar maupun kecil mereka dihukumi kafir, dan yang berhak mendudukuki jabatan khalifah itu bukan hanya orang orang kafin 2. Aliran/ Firqah Murji'ah Merupakan golongan yang timbul pada saat terjadinya pertikaian anatara Ali, khawarij dengan golongan muawiyyah, golongan ini bersifat netral tidak memihak salah satu golongan ini. Ajaran mereka yaitu orang yang melakukan dosa baik besar maupun kecil tidak dihukumi kafir tidak juga mukmin melainkan dikembalikan kepada Allah SWT pada hari kiamat. 3. Aliran/ Firqah Jabariyah Merupakan golongan yang timbul bersamaan dengan firqah Qodariyyah yaitu timbul karena menentang kebijakan politik bani Umayyah yang dianggap kejam. Ajaran mereka yaitu apapun yang dilakukan manusia baik dan buruk adalah terpaksa karena semua yang mengatur apa yang dilakukan manusia hanyalah Allah SWT. Jadi manusia tidak tahu apa-apa. 4. Aliran/ Firqah Qadariyah Pertumbuhan golongan ini karena peretentangan terhadap kebijakan bani Umayah yang sangat kejam. Ajaran mereka yaitu Allah itu adil maka Allah SWT akan menghukum orang orang yang berbuat jahat dan memberi kebaikan kepada orang-orang yang berbuat baik. Manusia itu bebas menentukan nasibnya sendiri dan memilih perbuatan yang baik ataupun buruk. Jika Allah SWT menentukan terlebih dahulu nasib kita maka Allah itu dzalim. Buka juga Pengertian Ilmu Kalam Secara Etimologi dan Terminologi Demikian materi tentang rangkuman sejarah muncul dan lahirnya ilmu kalam, serta aliran-aliran ilmu kalam. Jika tidak puas dengan artikel tentang sejarah ilmu kalam, buka juga materi ilmu kalam di blog ini.